Minggu, April 17, 2016

Satu-Satunya Kertas Pertanyaan dalam Kotak Gawat Darurat Statistik

Setelah kurang lebih sebulan saya meletakkan Kotak Gawat Darurat Statistik (dan lebih dari 3 bulan saya membuat website http://www.psikologistatistik.blogspot.com/ ) hanya ada secarik kertas dalam kotak pertanyaan ini. Apakah harus prihatin (karena berarti minat mahasiswa untuk bertanya atau diskusi tentang statistik dan pengukuran memang kurang) atau senang (karena sudah tidak ada lagi yang perlu ditanyakan karena semua sudah jelas) masih menjadi permenungan saya. (ataukah saya begitu menyeramkan sehingga bahkan menulis surat saja sudah ketakutan?...hehe).

Sebelumnya saya minta maaf karena baru sekarang ini menuliskan jawabannya. Karena jujur saja pertanyaan yang diajukan oleh sang penanya cukup filosofis buat saya. Sayang sekali penanya tidak mencantumkan identitasnya, tapi Terima Kasih telah memberikan tanggapan yang cukup berarti.

Ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh sang penanya, dan saya akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sebaik mungkin :


1. Statistika itu apa?

Sebenarnya ini adalah pertanyaan keempat, tetapi saya jadikan pertanyaan pertama karena berkaitan dengan pemahaman mendasar tentang materi pertanyaan lain. Apa itu statistika? Pertanyaan ini pernah diajukan juga oleh seorang suami dari teman kerja saya juga. Statistika adalah cabang ilmu matematika yang berurusan dengan cara-cara/teknik-teknik pengorganisasian (sering berarti mereduksi) data dalam suatu bentuk yang lebih sederhana sehingga akan mudah untuk ‘dibaca’. 

Data yang kita peroleh dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi sangat banyak, sehingga dapat menimbulkan kebingungan jika tidak diorganisasikan. Misalnya sebagai mahasiswa anda memperoleh nilai untuk mata kuliah-mata kuliah yang telah diambil. Dalam satu semester anda bisa memperoleh 4-5 nilai. Dalam 2 tahun bisa diperoleh 16-20 nilai. Nilai-nilai itu tentu akan bervariasi, ada yang B, ada yang C bahkan mungkin D atau E. Jika anda ditanya bagaimana prestasi anda di bangku kuliah? Bagaimana menjawabnya? Apakah seperti ini: “Ya ada yang B ada yang C ada yang D, ada juga yang E.” ? Atau mungkin disebutkan semua nilainya? 

Tentu saja jika orang yang bertanya pada anda punya waktu cukup banyak untuk mendengar daftar nilai anda. Tapi ada cara yang lebih sederhana untuk ‘menceritakan’ prestasi anda. Dengan mencari rerata nilai anda dengan memperhitungkan jumlah sks yang telah diambil (yang kemudian disebut dengan IPK). Atau anda bisa juga menyebutkan nilai terbaik yang didapatkan dari semua mata kuliah yang telah diambil (nilai maksimal) atau nilai terburuk (nilai minimal). Dan banyak cara lainnya. Cara-cara untuk menyajikan data dengan sederhana inilah yang kemudian disebut dengan statistik. Well, semoga bisa menjawab pertanyaan di atas dengan memuaskan.


2. Kenapa kita butuh statistika?

Pertanyaan ini agak terjawab dengan penjelasan yang saya berikan di no 1. Mengapa kita butuh statistika? Karena di sekitar kita ada begitu banyak data kuantitatif (dalam bentuk angka) dan tentu saja kita tidak dapat mengelakkan diri dari data-data tersebut. Dan seringkali kita perlu menggunakan data tersebut atau menyajikannya baik pada diri sendiri maupun orang lain. Tidak jarang juga kita mengambil keputusan berdasarkan data tersebut.

Misalnya ketika kita akan memilih sebuah kelas yang diajar dosen A, kita merasa perlu tahu ‘medan perang’ dengan paling tidak bertanya-tanya pada orang yang pernah diajar dosen A. Atau kita bisa melihat track record dosen A tersebut dalam memberi nilai, apakah dia termasuk dosen pelit atau murah hati. Caranya? Tentu saja dengan melihat daftar nilai yang dikeluarkan dosen tersebut, dan membandingkan prosentase (baik secara intuitif maupun empiris) mahasiswa yang memperoleh A, B, C,D,dan E. Perbandingan ini akan kita jadikan dasar keputusan untuk mengambil kelas tersebut atau tidak. Bagi mahasiswa yang mencari tantangan (atau cari gara-gara?) tentu saja akan mengambil kelas yang prosentase A dan B jauh lebih kecil dari C.

Misalnya lagi, dalam sebuah polling mengenai isu reorganisasi lembaga kemahasiswaan, kita ingin tahu bagaimana sikap mahasiswa terhadap isu tersebut. Apakah secara umum mahasiswa setuju atau tidak setuju dengan adanya reorganisasi. Karena keterbatasan tenaga dan dana, maka yang ditanyai sikapnya hanyalah sampel dari mahasiswa. Setelah kita hitung proporsi yang setuju dan tidak, kita perlu mengetahui apakah dalam populasi juga berlaku proporsi yang ada dalam sampel. Maka kita perlu meminta bantuan statistika untuk menyelesaikannya.

Dan banyak lagi lainnya.


3. Gimana jadinya dunia ini tanpa statistika?

Wah… ini agak sulit jawabnya. Banyak sekali temuan ilmiah (khususnya dalam bidang psikologi yang saya tahu) didasarkan pada hasil analisis statistik, dari analisis yang sederhana sampai yang rumit. Kita mengenal tipe-tipe kepribadian yang muncul akhir-akhir ini (seperti Big 5 Personality Factor) karena adanya Teknik Analisis Faktor. Kita bisa mengembangkan tes kecerdasan dan menentukan tingkat kecerdasan dalam bentuk skor IQ karena adanya penggunaan mean dan standard deviasi, juga analisis kesalahan pengukuran.

Efektivitas terapi (baik psikologis maupun medis) seringkali juga dibuktikan dengan memanfaatkan analisis statistik.Selain itu juga adanya tingkat resiko penggunaan obat sebesar sekian persen, karena dibalik itu ada analisis statistik yang mengestimasi besarnya kemungkinan terjadinya resiko. Hal ini berlaku juga dengan crime rate, tingkat kematian ibu dan bayi, tingkat kecelakaan, resiko investasi, dsb.

Belum termasuk di dalamnya penelitian-penelitian yang berusaha mencari faktor yang dominan dari sekian banyak faktor yang ikut terlibat dalam mencetuskan wabah demam berdarah, yang memampukan kita untuk melakukan pencegahan wabah. Atau faktor yang ikut terlibat dalam terjadinya kenakalan remaja, sehingga kita bisa tahu apa yang perlu kita lakukan agar kaum muda kita tidak terlibat narkoba, dan kenakalan lain. Atau penelitian mengenai bahan-bahan tahan gempa dengan tingkat kelenturannya sendiri-sendiri. Dan masih banyak lainnya….

Can you imagine a world without such things?


4.Kenapa orang harus belajar statistika?

Tidak ada yang mengharuskan anda untuk belajar statistika. Anda bisa mengabaikannya. Tapi tentu saja statistika menjadi syarat agar bisa menyelesaikan kuliah di suatu program studi tertentu (misal psikologi).

Mengapa menjadi syarat di suatu program studi? Karena ada anggapan bahwa perkembangan ilmu di suatu program studi tersebut tidak dapat dilepaskan dari statistika. Temuan-temuan ilmiah yang diterapkan dalam ilmu tersebut banyak mendapat bantuan dari statistika. Pengujian efektivitas terapi, atau pengujian efektivitas pengajaran, dsb seringkali tidak dapat dipisahkan dari penggunaan teknik statistik.

Oleh karena itu, penting bagi orang-orang yang mempelajari ilmu tersebut, untuk mengetahui cara-cara yang telah dipakai untuk memperoleh ilmu yang mereka pelajari saat ini. Termasuk di dalamnya analisis statistik.

Harapan di balik itu tentu saja, agar kita bisa mengembangkan pengetahuan kita sendiri dengan baik, dan tidak terus menerus menjadi ‘budak pengetahuan’ atau ‘pelanggan tetap pengetahuan’ dari orang lain (atau bangsa lain). Kita harus bisa menjadi tuan atas pengetahuan ilmiah kita sendiri. Bisa kritis dan tidak terus menerus dibodohi oleh orang lain hanya karena kita benci angka.Ada orang bilang wah tes ini valid… ya ikut memakai, yang lain bilang terapi ini bagus… ya ikut-ikutan, dst. Ada yang bilang kos-kosan menyebabkan free sex… ya percaya saja, ada yang bicara tentang SQ-EQ-FQ-DQ-nanti mungkin ada QQ (kiyu-kiyu) ya kita manggut-manggut dengan takjub. Lalu kapan giliran kita yang bicara begitu?

Bagi saya pribadi, mempelajari statistika juga membantu dalam mendisiplinkan pola pikir. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan akademik. Misalnya berhati-hati dalam mengambil kesimpulan, khususnya tanpa data yang jelas. Atau tidak memegang asumsi secara berlebihan dengan pertimbangan tidak semua orang memegang asumsi yang sama, dsb.

Ya, tidak ada yang mengharuskan anda belajar statistika, tapi jika kita bisa memperoleh manfaat darinya mengapa tidak mencoba? Why don’t you give it a try?


5.Statistika sama Fisika enakan mana?

Saya tentu saja tidak bisa menjawab pertanyaan ini untuk anda karena masing-masing dari kita punya ketertarikan dan minat sendiri tentang dua bidang ilmu ini. Bagi saya keduanya jelas bidang ilmu yang sangat menarik dan mungkin saling terkait karena sama-sama menggunakan matematika sebagai ‘otak’nya.

Teman saya pernah bilang kalo sebuah bangsa ingin maju, maka bangsa itu harus menyukai paling tidak 3 hal : membaca, menulis, dan berhitung. (thanks …Seno)
Pesan saya cuma satu, jangan berhenti belajar hanya karena kamu tidak menyukainya. Kadang-kadang pelajaran paling berharga dalam hidup diperoleh dari pengalaman paling menyebalkan.

Well, it’s up to you boys / gals!

23 komentar :

Anonim mengatakan...

Pak, sebenarnya orang-orang bukan tidak senang dengan statistik, namun mungkin karena belum ada manfaatnya buat mereka. Bagaimana tidak, saya ingat betul waktu kuliah dulu. Dosen yang ngajar statistik cuma mencekoki kami dengan rumus dan angka-angka doank. Rumus tersebut mau dibawa kemana, atau digunakan untuk apa, saya gak tahu. Yang penting saya paham mengerjakannya dan dapat nilai bagus.

Tapi setelah nyusun skripsi, barulah saya tahu kalau ternyata statistik itu benar-benar bermanfaat untuk mengambil keputusan.

Saya berharap, para dosen statistik, banyak memberi tugas yang bersifat riset kepada mahasiswanya untuk setiap materi pokok pembelajaran. Jadi mereka bisa merasakan langsung kegunaan dari apa yang mereka pelajari.

Anonim mengatakan...

Wah terima kasih ucok untuk komentarnya. Kelemahan kita memang kita sering terpaku pada pengerjaan rumus. Sehingga melupakan esensi dari rumusnya sendiri.

Jangan-jangan dosen yang mengajarmu itu aku ya? hehe... wah harus segera berubah nih.

Ya semoga kita bisa segera menemukan format yang tepat untuk mengajar statistik dan pengukuran.

Arya mengatakan...

Pak, mau buka kartu nih... yang nulis "satu-satunya kertas" itu saya.

Setuju ama bang Ucok, ini salah satu alasan saya nanya hal2 yang "cukup filosofis":
Karena statistik yang selama ini saya pelajari (SMA) lebih banyak rumus & angka, nyaris saya nggak nemu insight tentang kegunaannya... Karena ilfeel, saya nggak pelajari lagi. Lupa deh... dan sekrg lagi berusaha beljr lagi (kaya yg mulai dari nol lagi)...

Thanks ya pak untuk penjelasannya, nggak cuma di posting ini tapi keseluruhan posting. There's nothing useless in your precious blog (jadi inget Gollum & salah 1 posting bapak... hehe).

:-)

Unknown mengatakan...

Wah Arya terima kasih ya untuk komentarnya. Saya merasa makin bersemangat untuk menulis lebih banyak lagi.

Blogum...blogum....my precious...

Anonim mengatakan...

Hiks ... andaikan dosen statistik-ku bisa membawakan statistik dengan begitu simpel ...

pada mau nggak ya? karena menjadikan yang rumit menjadi simpel, butuh usaha berpikir yang sangat-sangat-sangat lebih ... dan kosa kata yang buaaaaaanyak ...

Unknown mengatakan...

Terima Kasih untuk komentarnya.
Memang membawakan materi dengan sederhana dan mudah dipahami memang nggak gampang. Perlu memahami secara mendalam dulu baru memikirkan bagaimana cara menyampaikan dengan simpel tapi benar.

Omong2 ini berarti saya harus lebih menyederhanakan bahasa saya atau saya dianggap sudah cukup sederhana? hehe...

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Unknown mengatakan...

Buat wiwik,
Saya sepertinya sudah mengirim email ya mengenai 'perizinan' ini. komentar wiwik saya hapus untuk menghindari spam karena wiwik mencantumkan alamat email dikomentar ini.

kalo ada yang tahu gimana mengedit komentar mungkin bisa diberitahukan ke saya? sehingga yang saya hapus alamat emailnya saja bukan keseluruhan komentarnya.

Makasih.

Anonim mengatakan...

pak Agung,,,saya Wawan

maba taun 2008

nanti kalo ad apa2 saya boleh tanya2 gak pak???

kalo mw tanya lewat mana???

comment ato email???

thanks

Unknown mengatakan...

Terima kasih ya Wawan,

Saya akan senang sekali untuk menjawab pertanyaanmu. Bisa dikirim lewat email atau langsung ditulis di komentar.
Saya pribadi milih diposting di komentar supaya banyak orang bisa baca, jadi pertanyaanmu bisa berguna untuk banyak orang juga. Setuju?

OK saya tunggu pertanyaanmu ya.

Anonim mengatakan...

pak Agung,, saya mira.. mahsiswi psi yg akan sidang skripsi selasa 27 januari 2009 ini.. wlopun tnggal slgkh lg, tp masi banyak ptnyyan d bnak sy.. bhub dsen pmbmbng sy adalah dosen yg tidak mmbrikan pncrahan (skripsi sy tdk pnah dibaca, dari keseluruhan pngerjaan sy hny dpt vdback pada indikator, dn penambahan tabel deskriptif saja..itupun stlh sy desak), disisi lain beliau adalah dosen senior yg mrpkn kepala bdg pio yg dsgani, yg klo nguji suka ngutak atik mslh stat.. shubungn dgn itu ada hal-hal yg masi mengganjal, dn klo boleh mw mnta bntuan p.agung utk mmbrikn sy pncerahan.. antara lain:
1. apakah ada hubungannya antara besarnya signifikansi sebsar 0,000 dr hasil uji korelasi product moment (1-tailed)yang saya lakukan dgn hasil koefisien reliabilitas dari var X dan Y saya yaitu 0,926 dan 0,927. Karena slh satu dosen saya pernah menanyakan, "loh reli-mu yg segitu itu kn menyatakan bahwa masih ada eror pd pengukuranmu, tp kok signifikansimu bsa nol gitu?!".. mungkin bisa dijelaskan pak, hubungan keduanya seperti ap?
2. karena hipotesa korelasi sy berarah, apakah patokan p untuk uji normalitas sy tidak apa-apa jika 0,5?! sy sdh tlanjur mngumpulkan skripsi dgn patokan dmikian, tp brsn stelah membaca artikel di slh satu blog bpk, yg menggunakan patokan p 0,10 utk normalitas sy jadi bngung,, berarti data sy itu bsa sj tdk normal, brarti sy tdk bs pake pearson, dn brarti laporn penelitian sy slh?! apkah dlm uji normalitas, 1-tail atau 2-tail itu mempengaruhi?!krn sy pqr itu cm bpngruh dlm pnghitungan korelasiny sj..
3. sebenarnya likert itu data ordinal atw interval?! krn dr bbrp buku2,mngungkpkn hal yg bbda.. smpai di sidang slh satu tmn kmrn hal itu dptnykn oleh pnguji tnpa ada jwbn pasti bgi kami.. klo mnrut sy c, likert itu interval, krn pada akhirnya likert tsb qt lakukan perhitungan matematis ssuai dgn ciri data interval.. mnrut bpk gmn?!
terima kasih banyak pak agung,, sy sgt butuh bantuanny.. karena sudah mencoba mencari di beberapa literatur tdk menemukan jwbn.. semoga bsa dijawab dgn segera, mngingat wkt "eksekusi"sy sebentar lagi.. ;)
terima kasih banyak pak..
tuhan yang membalas..

Unknown mengatakan...

Hai Mira,

1. Saya pribadi kurang paham arah pertanyaannya. Menurut saya besarnya p itu tidak terkait dengan reliabilitas dari pengukuran, tetapi terkait dengan banyaknya subjek penelitian dan besarnya korelasi antar variabel. Semakin besar subjek dan korelasinya, makin kecil nilai p-nya. Nah nilai p sebesar 0.000 itu sebenarnya bukan 0, tapi sangat kecil sehingga ditulis oleh SPSS sebagai 0.000.
Memang benar bahwa error pengukuran akan memperkecil korelasi antar variabel. Tetapi reliabilitas lebih besar dari 0.9 itu termasuk sangat baik. Sehingga bisa dibilang pengaruh error pengukuran dapat dianggap kecil.
2. Uji normalitas tidak dipengaruhi oleh hipotesis berarah atau tidak. Nah, pemilihan tingkat signifikasi perlu dipertimbangkan antara tipe error II dan banyaknya subjek. Semakin banyak subjek maka makin peka analisis uji normalitasnya. Jadi tidak harus selalu menggunakan p=0.1. Jika jumlah subjek cukup banyak, tidak masalah menggunakan p=0.05. Mungkin Mira bisa baca postingan saya lainnya tentang uji normalitas.
3. Kalau dibilang sebenarnya, Likert itu lebih mirip skala ordinal. Karena jawaban SS dan S untuk tiap orang itu punya jarak yang berbeda. Hanya saja karena untuk memperoleh skor total, skor tiap item dijumlahkan (summated ratings), skor total dari skala likert diperlakukan sebagai skala interval.

Semoga bisa membantu menghadapi ladang pembantaian...hehe...

Anonim mengatakan...

boz..mau tanya.. sy anggi..
urgent jg seperti nasib tmn sy mira..
kalo ada pertanyaan napa qt pake alpha cronbach untuk melihat reli jwbnny apa yh?! kalo kelebihan konsistensi internal dengan retest, dan pararel sy sudah paham, tp kalo alpha cronbach, dgn split half dan KR, sy masi bingung dgn kelbihan dn kkurangan msg2.. begitu pula dgn istilah dikotomi?! apakah likert jg bsa dikotomi?! sbg info, sy pake likert skala 4 (Netral dihilangkan), dengan jumlah item 30 subyek 41 org (sy g tw ini bguna atw tdk).. sdgkn sy pake alpha cronbach ya krn slma ini banyak laporan penelitian ya pake cronbach, tapi alasan itu tntu tidak masuk akal jika sy katakan dalam pertanggungjwbn nanti.. ;p trima ksih bwt p. agung..

Anonim mengatakan...

pak aguuuung...ini mira. =) terima kasihh banyak.. alhamdulillah kemarin sy sudah sidang... dan alhamdulillah dinyatakan lulus, walopun dgn dag dig ser,,karena yang sidang setelah sy (dgn dosen penguji yang sm) diharuskan untuk sidang ulang.. fiuuh! pncerahan dr bpk ttg keterkaitan besarnya probabilitas dan reliabilitas itu membantu sekali,, krn benar sj, sy mmg ditanyai soal itu.. =) tp ttp sj ada satu hal yg sy kecentok, dan bqn sy pnasaran, krn bbrp sdg sblm sy, dosen-dosen jg menanyakan hal ini.. itu loh tentang pengukuran reliabilitas pke cronbach pada variabel yang mempunyai dimensi sebelum diturunkan menjadi indikator?! dlm sidang dosen sy menanyakan, penggunaan teknik alpha cronbach dalam pengukuran suatu alat ukur yang terdiri dari dimensi-dimensi (cth:3 dimensi), apa iya itu bisa?! sy masih penasaran, ingin tahu apakah mereka hanya ngetes, atau memang sbenarnya memang alpha cronbach tidak bisa?! kalo berkenan mungkin pak agung bisa membantu menjelaskan kepada saya..
sama satu lagi pak, semisal var Y sy menggunakan dimensi baru indikator dalam menyusun alat ukurnya, tetapi var X sy langsung indikator tanpa dimensi, apakah diperbolehkan?! ataukah jika var X langsung indikator berarti var Y-nya gak usah pake dimensi?! terima ksih banyak lagi.. =)

Unknown mengatakan...

Hai Mira,

Wah selamat! semoga jawaban saya membantumu ya dalam ujian kemarin.

Mengenai dimensi dan alpha cronbach: Begini, yang terpenting adalah, apakah tes tersebut memiliki skor total yang didapat dari menjumlahkan item-itemnya. Jika ya maka penggunaan cronbach tidak masalah. pengertian mengenai dimensi dan indikator atau aspek agak rancu jadi saya tidak bisa memastikan pengertian mana yang digunakan oleh dosenmu. Tapi pada dasarnya sperti di atas, jika secara teoretik skor total dari skalamu dapat diperoleh dengan menjumlahkan item-itemnya maka cronbach alpha dapat digunakan.

Unknown mengatakan...

Untuk Anggi,

Sebelumnya maaf nih lama sekali tidak menjawab komentarmu. Sepertinya tanggapan saya ini sudah tidak dibutuhkan ya. Tapi nggak papa deh ya saya tanggapi supaya yang lain bisa baca dan mungkin memperoleh manfaat.

Kelebihan alpha cronbach dibanding yang lain antara lain: alpha cronbach "membagi" skala sebanyak item dalam perhitungannya, oleh karena itu tidak terbatas pada skala dengan jumlah item genap atau kelipatan tiga misalnya. Selain itu, karena dibagi sebanyak item, hasil estimasi reliabilitasnya cenderung tidak dipengaruhi oleh cara pembelahan skalanya, atau susunan item dalam tiap belahan.

mengenai dikotomi, yang dimaksud dikotomi adalah item yang diskor menggunakan dua nilai saja, biasanya 0 dan 1. Jadi likert dalam hal ini bukan skala yang dikotomis, karena kategori respon nya ada lebih dari dua. Nah, ketika menggunakan skala dengan item yang dikotomis, estimasi reliabilitas akan dibantu menggunakan rumus KR-20 atau KR-21

Anonim mengatakan...

Pak Agung yang saya hormati, saya setuju sekali dengan mas Ucok yang mengatakan kalau sebenarnya "guru" atau "dosen" lah yang membuat statistika itu hidup, menarik dan bermanfaat. Karena sebenarnya masalah utama adalah pelajaran statistika dianggap pelajaran yang "susah" dan "tidak menarik". Itu juga yang ada di kepala saya ketika mengambil pelajaran statistik di S1. Begitu masuk S2 dan S3 semuanya menjadi lain. Saya semakin mencintai statistika (jurusan saya statistika), dan semakin mengerti bahwa statistika itu adalah hanyalah sekedar "alat" untuk mencapai suatu tujuan. Masalah bagaimana memenfaatkan "alat" ini adalah suatu "seni" yang sangat menarik sekali. Saya merindukan dosen2 yang bisa menghidupkan pelajaran statistika ini sehingga teknik2 penelitian (survey, research, polling)di Indonesia semakin baik dan kita tidak mudah di bohongin "orang2 pintar" dengan permainan angka2. Terima kasih. Salam hormat. Titien.

Unknown mengatakan...

Bu Titien yang baik,
Terima kasih untuk komentarnya. Saya juga sependapat bahwa pengajar statistik dapat mengubah impresi statistik sebagai momok menjadi sesuatu yang menyenangkan. Karena pada dasarnya manusia itu senang belajar. Tapi karena satu dan lain hal menjadi takut ini dan itu.

Saya pribadi masih sedang berusaha untuk 'menghidupkan' suasana di kelas Statistik yang saya ajar. banyak tantangannya. Tentu saja saya akan senang sekali jika Bu Titien atau yang lain memberikan masukkan.

alfan mengatakan...

mgkin biar lebih mudah mengerti, dibanyakin gambarnya pak... murid2 itu kan lbh banyak yg tipe visual daripada audio.. oleh sebab itu mnrut saya perbanyak gambar yg 'menyederhanakan' konsep, tapi kena pada intinya... kyk gambar ladam n tonggak yg ada disalah satu postingan bapak... gambar itu mengena sekali dgn penjelasan varians... thx pak!!!

risma mengatakan...

mantap informasinya

Unknown mengatakan...

Setelah baca ini jd teringat pengalaman sendiri soal belajar statistik.
Dulu setelah selesai kuliah S1 yg paling diingat cuma bagaimana cara menggunakan spss untuk menghitung2 dan kalau hasil p-value signifikan, artinya ada korelasi. Maklum karena di kelas statistik dulu (yang hanya diajarkan 1 semester dan sekali kuliah bisa sampai 4 jam) suka bingung melihat rumus2 yang tiap kelas bertambah, dan ujung2nya sering ketiduran di kelas. Hehe
Ketika akhirnya kuliah S2, saya mengambil kelas basic statistic dan baru benar2 mengerti apa itu standar deviasi, degree of freedom, sampai kenapa hasil signifikan itu bukan yg paling penting. Malu juga padahal udah selesai skripsi tapi teori2 yg dasar malah belum dipahami. Hehe

Tanpa bermaksud menyalahkan dosen, tp rasanya memang ada yg salah di sistem pembelajaran sampai statistik jadi kurang menarik bahkan terkesan menakutkan untuk banyak mahasiswa.
Belajar dari dosen2 stastisik di kampus saya di Belanda, cara mereka mengajarkan statistik adalah dengan memberikan contoh2 yg sederhana dan berulang2 berlatih bersama untuk menggunakan tes2 statistik, dari mulai membuat hipotesis sampai penarikan kesimpulan. Dan tidak selesai sampai di kelas basic dan advanced statistic, ada juga kelas applied data analysis yg isinya melatih mahasiswa untuk menerapkan langkah2 statistik dalam berbagai contoh penelitian dan mengkritisi metode yg digunakan dalam penelitian2 yg sudah ada. Bahkan seringkali saya juga belajar di kelas tersebut bersama mahasiswa S1.

Sangat disayangkan karena statistik yang sebenarnya bagian penting dari penelitian justru cenderung dihindari mahasiswa karena kurang memahami manfaatnya dan mungkin kurang terlatih dalam aplikasinya.
Semoga ke depannya juga dosen2 lebih bisa melihat mahasiswa sebagai calon penerus dan partner peneliti, supaya materi yg diajarkan juga bisa lebih aplikatif. :)

Unknown mengatakan...

Hi Windy,

Terima kasih untuk komentar dan sharing pengalamannya, ya.

Ya, di satu sisi statistik itu penting, tidak hanya dalam dunia akademis, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Tapi di sisi lain, mengajarkan ide yang ada di dalam statistik tidak selalu mudah, apalagi pembelajarnya.

Salah satu masalah yang ada, berdasarkan pengalaman saya pribadi, adalah kurangnya penguasaan materi statistik itu sendiri. Jauh lebih mudah mengajarkan statistik sebagai tahapan-tahapan penggunaan software seperti SPSS daripada mengajarkan konsep / ide yang melatarbelakanginya.

Selain itu akses terhadap data riil di Indonesia sendiri cenderung agak sulit, lagi-lagi dalam pengalaman saya. Biasanya data penelitian (seperti skripsi) akan 'dibuang' setelah tidak dibutuhkan lagi, bukannya dikumpulkan menjadi data bank. Data bank ini akan sangat efektif untuk menunjukkan kegunaan statistik dalam penelitian riil. Pembandingan dengan penelitian aslinya dan melakukan kritik terhadap penelitian tersebut bisa memperkaya mahasiswa dalam memahami statistik. Tapi ya itu tadi akses yang terbatas dan kompetensi pengajar yang kurang memadai.

Buat saya sendiri, sudah sekian lama mengajar statistik (10 tahun), tetapi masih juga belum menemukan cara mengajar yang kreatif, insightful, sederhana, tetapi benar dalam meletakkan dasar-dasar pemahaman statistiknya. Itu tantangan buat saya sampai hari ini.

Doakan saja semoga saya, dan teman-teman pengajar statistik lainnya tentunya, bisa merancang sistem pembelajaran yang menarik dan membangun kompetensi mahasiswa dalam statistik ini, atau istilah kerennya statistical literacy.

Unknown mengatakan...

Untuk alfan,

Terima kasih feedback yang diberikan. Ini berarti saya memang perlu menambahkan gambar sebanyak mungkin ya. Akan saya coba berikutnya.

Untuk Risma,

Terima kasih banyak untuk feedbacknya.